KISAH KEHIDUPAN
Kisah Mengharukan Aisyah, Bocah yang merawat Ayahnya di Becak
Hidup terlalu keras untuk bocah perempuan selembut Siti Aisyah Pulungan (8). Lebih dari setahun, ia tinggal nomaden di becak bersama ayahnya yang sakit. Dari satu tempat ke tempat lainnya di Medan, Sumatera Utara. Mengharukan !! Sejak ia berusia setahun, Aisyah berpisah dengan ibunya. Maka itu, sehari-hari, ia hanya bersama ayahnya, Muhammad Nawawi Pulungan (56), yang mengalami sakit komplikasi paru tiga tahun belakangan. Uang habis untuk biaya pengobatan. Satu-satunya barang berharga hanya becak yang dibeli dengan cara mencicil. Aisyah dapat ditemukan di di trotoar depan Mesjid Raya Al Mashun, Jalan Sisingamangaraja, Medan.Tampak jelas, dalam kondisi sesulit apapun, ia tidak menyerah. Ia terus merawat sang ayah yang layu didera penyakit. Pagi hingga siang, ia menjaga sang ayah dan mengayuh becak dari satu tempat ke tempat lain. Jika malam tiba, mereka harus transit di teras rumah warga untuk tidur.
Berdasarkan usia Aisyah pada saat ini, seharusnya ia sudah bersekolah di kelas 2-3 sekolah dasar. Sayang, urutan hidupnya tidak sesederhana itu. Ia terpaksa drop out dari sekolah karena uang habis untuk membayar pengobatan ayahnya. Jika diberi kesempatan lagi, ia ingin sekolah lagi. Tapi apa daya, maksud hati memeluk gunung, tangan tak sampai. Kondisi tidak memungkinkan baginya untuk bersekolah lagi, sepanjang hari ia hanya merawat ayahnya. Bahkan sekolah gratis seolah-olah menjadi barang mahal baginya.
Hidup di jalanan sangatlah tidak mudah, demikian Aisyah dan ayahnya harus mengalami penolakan bahkan diusir saat "transit"di teras rumah warga atau Masjid Raya Medan karena dianggap sebagai gelandangan. Aisyah sering memanfaatkan Masjid Raya sebagai "tempat tinggal sementara" pada pagi hingga sore. Disana dia akan membasuh ayahnya yang terkulai lemas tak berdaya. Kadang dia diusir jika di masjid ada tamu penting dan kadang pula dimaklumi oleh penjaga mesjid.
Ayah Aisyah, Nawawi bukan bekerja sebagai tukang becak tapi dulunya ia bekerja sebagai sopir mobil boks. Ketika penyakitnya mendera tiga tahun yang lalu, secara otomatis ia tak bisa bekerja lagi. Kondisinya semakin menkhawatirkan sampai tabungannya habis untuk biaya pengobatan, membayar biaya kontrakan pun tak sanggup lagi. Sampai akhirnya ia membawa perlengakapan hidup mulai dari ember, selimut, pakaian, dan lain sebagainya di becak bersama anak semata wayangnya.
Aisyah mengaku bukan pengemis dijalanan. Tapi kadang ia menerima sumbangan saat mengayuh becak, kadang beberapa pengendara motor atau mobil yang memberinya uang. Dari situlah, mereka menyambung hidup. Kisah mengharukan Aisytah dan ayahnya didengar oleh banyak orang, termasuk Pemkot Medan. Plt Wali Kota Medan, Bapaka Dzulmi Eldin bahkan sampai mendatangi tempat "parkir"Aisyah didepan Dhea Salon, Jalan Sisingamangaraja. Ia meminta ayah dan anak yang beralamat di Sei Putih Barat Kecamatan Medan Petisah itu dirawat.
Malam itu, ambulans datang dan membawa keduanya ke RSU Pirngadi Medan. Dzulmi juga menjanjikan akan menyekolahkan Aisyah. Detik ini, mungkin saja kehidupan Aisyah dan ayahnya akan berubah lebih baik. Tapi jelas terekam dalam ingatan mereka, mereka tidak mudah menghapus kisah sedih dalam kehidupan mereka. Hidup diatas becak, tidur dijalanan, pernah diusir, dan berharap dari belas kasihan orang-orang. Selama itu, ke mana orang-orang yang kini perduli dengan nasib orang-orang seperti mereka :(
0 comments:
Post a Comment